Ini
pelajaran penting buat pemain sepak bola di mana saja. Pertama, sebelum
turun ke lapangan jagalah makanan yang masuk ke dalam perut. Jangan
sekali-kali memilih yang mengandung gas. Bisa-bisa sepanjang berada di
lapangan, dari knalpot meluncur terus bunyi-bunyi aneh.
Kedua, kalau saja itu sudah telanjur, cari posisi aman. Layaknya striker yang pintar baca posisi,
cari tempat yang enak untuk mencetak gol, posisi yang penting adalah
jangan sekali-kali berada dekat dengan penguasa pertandingan alias
wasit. Kacau akibatnya.
Buktinya ada. Dalam pertandingan di Manchester,
sekitar dua tahun lalu, gara-gara kentut seorang pemain kena kartu
kuning. Pasal yang dikenakan adalah perbuatan tidak sopan alias
ungentlemanly conduct.
Selain
pemain Chorlton Villa itu kena kartu kuning, klubnya juga kena denda
sebesar 97 poundsterling atau Rp 1,3 juta. Padahal pertandingan itu
hanya dilangsungkan di liga rendahan.
Rupanya
si wasit, sayang namanya gak dikasih tahu, memang wasit jempolan.
Selain mata dan telinganya oke, hidungnya juga tajam. Dia mampu mencium
bau yang tidak sedap di lapangan.
Alkisah,
Chorlton Villa mendapatkan hadiah tendangan penalti. Saat bola
diletakkan di titik yang paling bikin gentar kiper di mana pun, dari
bagian belakang pemain itu tiba-tiba keluar aroma yang bikin dia berang.
Rupanya, si pemain itu kentut. Meski tidak terdengar, tapi tahu sendiri
deh kentut jenis seperti itu – justru mematikan. Aroma bikin puyeng dan
bikin mual.
Pemainnya
protes. Tapi keputusan tetap turun. Kartu kuning dan denda. Si pemain
itu hanya bisa geleng-geleng, kalaulah dia kentut memang karena tidak
kuat menahan katup pelepasan gas bukan semata-mata dia mengentuti wasit.
“Di mana logikanya? Dikasih penalti kok ngentutin wasit,” kira-kira
begitu.
Untungnya,
kentut itu tidak membawa sial. Dalam pertandingan di lapangan Turn Moss
in Stretford, Manchester itu, Chorlton menang atas International
Manchester FC dengan skor 6-4.
Tapi kentut juga bisa bikin apes. Ayo kita pergi ke Brasil. Klub Flamengo, tempat pemain yang bernama Ronaldinho
kini bermain, punya pengalaman yang kurang sedap dalam soal kentut.
September lalu, sehari sebelum menghadapi pertandingan melawan Bahia,
pelatih klub itu Vanderley Luxemburgo mengumpulkan para pemainnya.
Kondisi
memang genting, dua kali mereka kalah berturut-turut. Luxemburgo
ceritanya ingin memotivasi pemainnya agar lebih ngotot dalam memenangi
pertandingan. Semua pemain pun sudah kumpul, lalu dengan langkah penuh
keyakinan Luxemburgo masuk ke ruangan ini.
Setelah
menyapu pandang pada seluruh pemainnya, dia pun segera buka suara.
Namun tiba-tiba, suasana yang sudah lumayan asyik itu terganggu dengan
bebunyian aneh. Kentutnya, kayaknya sering ngegym, bunyinya gahar: brotooootttt….
Sayangnya,
Luxemburgo tidak berkenan. Dia sama sekali tidak merasakan hal lucu
dari bunyi itu. “Gak sopan,” katanya sambil berlalu meninggalkan
ruangan itu. Eh, dia juga mengancam: kalau tidak ada yang mengaku siapa
yang kentut, dia tidak mau memberikan latihan.
Ternyata
ancaman itu tidak ampuh. Tak satu pun pemainnya yang mengaku sebagai
pemilik suara yang dianggap tidak sopan itu. Dan benar saja, Luxemburgo memegang janjinya, pertandingan itu dilaluinya tanpa latihan. Para pemain juga cuek saja.
Awalnya,
para pemain menganggap kentut itu sebagai bercanda. Mereka pun rileks
dengan kejadian itu. Katanya, mirip dengan saat mereka berada di bangku
sekolah. Tapi Luxemburgo sepertinya tidak pernah sekolah, eh mungkin di
kelasnya tidak pernah ada kejadian seperti itu, makanya dia pun ngambek.
Gara
kentut itu pula, tak ada latihan, dan tak ada pula kemenangan. Di
pertandingan keesokan harinya, mereka tewas di tangan Bahia, klub yang
sebenarnya berada di bawah kelas mereka.
Apa boleh buat, kentut – mau bunyi atau diam-diam, ternyata mengubah segalanya.
Apa boleh buat, kentut – mau bunyi atau diam-diam, ternyata mengubah segalanya.
0 komentar:
Posting Komentar