“Zaman saya dulu Persebaya hampir selalu menang, jarang kalah. Dan nggak pernah ada kerusuhan,” tegas Liem Tiong Hoo.Waktu masih anak-anak Ia sudah sangat suka main sepak bola. Pulang sekolah, Liem Tiong Hoo kecil langsung menuju lapangan di Cannalaan, yang sekarang jadi Taman Remaja.
Pada tahun 1934-1944, di Surabaya ini ada klub Persebaya dan SVB atau Soerabaiasche Voetbal Bond. SVB ini diikuti klub-klub seperti Tionghoa, HBS (Houd Braef Standt), Exelcior, THOR (Tot Heil Onzer Ribben), Gie Hoo, Annasher. Itu merupakan kenangan yang tak akan pernah ia lupakan. Ketika dirinya masih berjaya sebagai pemain sepak bola dan bisa mencetak banyak gol di gawang lawan. kemudian namanya akhirnya dikenal orang di mana-mana.
Akhirnya prestasinya itu membuat dirinya di lirik Persebaya.Tahun 1943 dirinya menjadi pemain termuda di Persebaya dengan usia 17 tahun. Setelah itu menLiem Tiong Hoo jadi langganan di Persebaya. Ikut kejuaraan dan turnamen di berbagai kota seperti Jakarta, Semarang, Bandung.
“Persebaya dulu itu beda dengan yang sekarang ini. Persebaya itu bukan klub yang membeli pemain-pemain dari luar, tapi mengambil pemain dari klub-klub yang ada di seluruh Kota Surabaya. Pemain yang bagus-bagus dari beberapa klub itu diambil untuk memperkuat Persebaya ” kenangnya.
Pada saat masa nya dulu Persebaya memang terkenal sangat kuat.Dulu, Persebaya punya trio lini belakang dan trio lini depan yang disegani lawan-lawannya. Trio belakang: Sidi, Sidik, Sadran. Trio depan: (Liem Tiong Hoo), Bhe Ing Hien, Tee San Liong. “Kalau ada tiga teman di belakang ini, saya tidak khawatir pasokan bola dan pertahanan akan bagus. Itu yang membuat Persebaya sangat kuat ” ujar Liem Tiong Hoo.
Suatu ketika tim nasional Republik Tiongkok Nasionalis berkunjung ke Surabaya. Liem tentu saja memperkuat Persebaya untuk menghadapi kesebelasan yang saat itu sangat disegani di Asia Timur Jauh (Far-East Asia). Melihat kelincahan Liem mengolah si kulit bundar dan mengecoh lawan-lawannya, Liem diajak memperkuat tim nasional Tiongkok.”Saya menolak karena saya orang Indonesia. Saya bukan orang Tiongkok,” tegas Liem Tiong Hoo.
Menjelang Olimpiade 1952, diadakan seleksi pemain untuk membentuk tim nasional Indonesia. Liem tidak bisa berlatih intensif karena beban studi di FK Unair sangat tinggi. Namun, pelatih dan pengurus PSSI ingin agar Liem masuk tim nasional meskipun tidak ikut seleksi dan latihan. Liem kontan menolak. “Saya bilang, saya nggak ikut latihan kok masuk tim?” tukasnya.
Tim seleksi tetap meyakinkan bahwa kemampuan Liem Tiong Hoo masih selevel dengan pemain-pemain nasional lain meskipun tidak berlatih. Liem rupanya tak bisa dirayu. “Saya harus konsekuen. Kalau nggak ikut latihan, ya, tidak boleh ikut gabung. Itu sudah jadi prinsip saya,” tegasnya.
Di usia 83 tahun, Liem Tiong Hoo, yang lebih dikenal sebagai Dokter Hendro Hoediono, masih tetap praktik sebagai spesialis penyakit kulit dan kelamin. Tubuhnya masih tegap, ingatan tajam, dan punya selera humor tinggi. Liem masih ingat persis kejadian-kejadian lucu yang pernah dialaminya di lapangan hijau 70-an tahun silam.
“Gigi saya ini palsu karena yang asli sudah patah saat main sepak bola. Main sepak bola, ya, risikonya begitu. Kalau nggak mau, ya, silakan main pingpong atau badminton,” ujar Liem Tiong Hoo.
BIODATA
Nama : Liem Tiong Hoo
Nama populer : dr. Hendro Hoediono
Lahir : Surabaya, 23 Oktober 1926
Istri : Listiyani (almarhumah)
Idola : Lee Waitong, Raja Bola Timur Jauh (Tiongkok) era 1930-an.
Pendidikan :
- Algemeene Middelbare School (AMS), Jl Kusuma Bangsa Surabaya
- Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
Penghargaan:
- Ketua Umum Persebaya Bambang DH, 18 Juni 2004, sebagai legenda Persebaya.
- Presiden Soeharto sebagai dosen FK Unair yang berdedikasi.
• semolowaru.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar